Pemerintah Perlu Mencontoh AS Soal Reformasi Pajak
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan. (Foto : Andri)
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memangkas pajak untuk korporat dari 35% menjadi 15-21% dan akan mengurangi beban pajak untuk individu. Pemerintah Indonesia perlu mencontoh langkah reformasi pajak AS ini di tengah ketidakpastian ekonomi.
Nilai reformasi pajak yang disetujui di AS sebesar USD1,5 triliun. AS begitu berani memangkas PPh badan hingga 15%. "Bandingkan dengan Indonesia yang masih terbilang tinggi yaitu sebesar 25%. Di ASEAN saja Indonesia masih tinggi. PPh Singapura 17%, Thailand 23%, dan Malaysia 24%." Demikian disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan saat dihubungi, Rabu (03/1/2018).
Menurut politisi Partai Gerindra ini, pemangkasan PPh badan atau korporat adalah insentif yang bagus bagi dunia usaha, sekaligus menstimulus tumbuh kembangnya usaha nasional. Bila pemerintah tetap bertahan dengan kebijakan pajak yang tinggi, maka daya saing perekonomian nasional akan terus terpuruk. Di negara-negara ASEAN, para pengusahanya diberi insentif pajak rendah sehingga daya saingnya lebih baik.
"Saya berharap pajak jangan jadi instrumen satu-satunya untuk menutup defisit APBN dan pembayaran bunga utang yang jatuh tempo. Pajak itu harus dikembalikan pada tujuannya semula, yaitu sebagai instumen rekayasa pembangunan. Kalau pajak dijadikan sebagai sumber pendapatan utama, maka saya yakin dalam waktu tidak terlalu lama APBN kita pasti terancam," tandas politisi dari dapil Jabar IV ini.
Dunia usaha sebagai motor perekonomian, lanjut Heri, tak bisa berkembang bila terus dibebani pajak yang terlalu tinggi. Apalagi, selain pajak masih ada pungutan dari Pendapatan Negara Bukan Pajak alias PNBP yang mencapai lebih dari 60 ribu jenis pungutan. Reformasi pajak di AS ini harus jadi momentum bagi pemerintah untuk meninjau ulang sistem perpajakan nasional.
"Pemerintah harus berani menurunkan tarif PPh badan hingga ke level yang paling proporsional. Kisarannya antara 15-17%. Angka tersebut tetap memperhatikan upaya perluasan basis pajak. Ini akan menjadi insentif bagi dunia usaha sehingga punya daya saing yang berimbang, khususnya di kawasan ASEAN," seru Heri.
Menurut Heri, reformasi perpajakan bisa dimulai dengan mengagendakan revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU PPh, dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain itu, perubahan sistem pajak dapat pula dilakukan secara simultan dengan perbaikan administrasi perpajakan serta peningkatan kapasitas dan integritas aparat pelayanan pajak. Ini dilakukan untuk peningkatan kualitas pelayanan perpajakan sehingga meminimalisir sengketa dan kebocoran pajak. (mh/sc)